Manusia itu Kecil, sekaligus Besar
Dalam puluhan ribu tahun kehidupan manusia modern (Homo sapiens), ada satu hal yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Manusia modern itu cerdas (intelligent) sekaligus memiliki kesadaran (conscious). Paket lengkap ini membawa manusia bisa berkolaborasi lebih baik dibanding makhluk lain, sehingga jadi puncak rantai makanan, penguasa, sekaligus penanggungjawab masa depan Bumi. Bahasa Al-Quran-nya: khalifah fil ‘ardh.
Sementara itu dari sudut pandang sains, ada pertanyaan mendasar: apakah manusia hidup di alam semesta luas ini sendirian? Karena sekarang belum ada bukti ditemukan tentang adanya peradaban lain di luar Bumi.
Manusia yang Kecil
Di abad 20, dunia hancur karena perang. Mulai Perang Dunia I sampai Perang Dunia II dengan korban sipil dan militer jutaan jiwa. Perang masih terus berlanjut hingga era perang dingin pasca-Perang Dunia II. Perang-perang ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh manusia, saat ini teknologi dari peradaban manusia bisa merusak Bumi sedemikian rupa.
Sampai pada suatu saat, di tahun 1990 ada sebuah wahana antariksa Voyager 1 yang telah 13 tahun meninggalkan Bumi mencapai area dekat Planet Saturnus. Voyager 1 diatur untuk mengarahkan kamera ke Bumi lalu mengambil gambar. Gambar tersebut sangat terkenal dengan judul Pale Blue Dot (Titik Biru Pucat).
Perhatikan titik kecil di kanan, tengah agak bawah. Itulah pale blue dot. Itulah Bumi. Sumber: NASA |
Itulah Bumi beserta alam dan 5 miliar manusia di dalamnya (saat ini bertambah menjadi 8 miliar). Bumi dengan kehidupannya yang biasa memusingkan kita ternyata hanya satu titik kecil di alam semesta. Itu pun baru diambil gambar dari dekat Saturnus, belum sampai di ujung tata surya kita. Jarak yang sangat sangat sangat pendek dibanding lebar galaksi Bimasakti.
Foto ini bersama
dengan The Blue Marble (foto Bumi dari wahana antariksa Apollo 17 tahun 1972)
menjadi dua foto Bumi paling terkenal. Setelah dua foto ini, alih-alih merusak,
peradaban manusia menjadi lebih kolaboratif dan mulai memunculkan kesadaran
lingkungan. Film penjelajahan antariksa dari Star Wars sampai Avengers juga makin dinikmati. Manusia pun serius untuk menjelajah dan tinggal di Planet Mars dalam 10 tahun ke depan. Semua berangkat dari kesadaran bahwa manusia itu kecil dan Bumi
adalah satu-satunya tempat tinggal manusia.
Hingga saat ini,
nggak ada peradaban kompleks di luar Bumi. Bukti-bukti menunjukkan bahwa kehidupan
mungkin ada, tapi hanya dalam bentuk bakteria. Nggak sampai ada makhluk cerdas
dan punya kesadaran yang bisa membangun peradaban.
Manusia yang Besar
Satu sisi manusia
itu kecil, tapi di sisi lain manusia juga “besar”. Dengan bertanya apakah ada kehidupan
di luar sana, muncul dua opsi jawaban, yang sama-sama menarik dan menakutkan.
Pertama, manusia nggak sendirian, ada makhluk lain yang bisa membangun peradaban. Kedua, manusia sendirian, satu-satunya makhluk yang punya peradaban.
Opsi jawaban
pertama menakutkan karena jika benar-benar ada peradaban lain, tinggal menunggu
waktu mereka akan menemukan kita. Pertemuan ini bisa jadi adalah tanda kiamat
bagi Bumi. Karena bayangkan mereka penjajah dan Bumi adalah wilayah jajahan,
tentu berbagai penderitaan akan datang pada negara jajahan.
Opsi jawaban
kedua juga sama menakutkan, karena itu berarti manusia sangat kesepian di tengah-tengah alam semesta yang sangat luas ini. Tetapi, sejauh ini opsi jawaban kedua didukung bukti yang lebih kuat. Pada tata surya kita, nggak
ada bukti bahwa ada peradaban seperti di Bumi. Begitu pula di tata surya terdekat,
sangat kecil kemungkinan ada peradaban seperti di Bumi. Itu menandakan Bumi dan
peradabannya adalah sesuatu yang sangat luar biasa.
The Blue Marble (1972). Foto Bumi yang paling terkenal. Sumber: NASA
Mengapa begitu? Jawabannya adalah Bumi berada di tempat yang tepat untuk mendukung kehidupan yang kompleks. Sedikit saja bergeser dari lokasinya sekarang, nasib Bumi akan seperti Planet Mars, ada air tapi nggak cukup untuk ada kehidupan di dalamnya. Lalu hanya menjadi planet berbatu yang gersang dengan hamparan pasir super luas.
Sedikit saja melewati proses miliaran tahun seperti yang telah dijalani, Bumi hanya akan jadi planet es atau planet berair tanpa penghuni. Atau malah jadi planet super panas, seperti Merkurius, dan beracun, seperti Venus.
Dari kemungkinan yang sangat kecil itu lalu muncul hasil dari kemungkinan kecil lainnya: peradaban manusia. Peradaban kita saat ini yang baru berusia sekitar 10-20 ribu tahun adalah hasil dari proses jutaan tahun sebelumnya. Proses di mana manusia purba bersaing dengan makhluk hidup lainnya.
Sampai ketika pertanian dan peradaban terbangun, manusia menjadi puncak rantai makanan. Manusia menjadi penguasa di Bumi. Manusia bahkan menjadi satu-satunya penghuni Bumi yang bisa merusak dan memperbaiki alam di Bumi.
Selain itu, dalam
diri kita manusia, ada hal yang sangat spesial. Tubuh manusia tersusun dari
berbagai unsur kimia seperti hidrogen, oksigen, karbon, hingga besi. Keempat
unsur ini, bersama dengan banyak unsur lain bukan hadir secara tiba-tiba di Bumi. Keempat unsur ini dihasilkan oleh aktivitas bintang di bagian alam semesta yang sangat jauh.
Khusus besi, hanya dapat dihasilkan dari proses supernova, ledakan bintang
super masif yang jauh lebih besar daripada Matahari.
Ledakan bintang miliaran
tahun lalu kemudian menghasilkan debu yang menyebar ke berbagai penjuru alam
semesta. Termasuk menjadi elemen pembentuk Bumi yang pada akhirnya menjadi penyusun
tubuh manusia. Mekanisme ini menurutku nggak masuk akal, tapi bukti-bukti sains
menjelaskan bahwa hal ini benar-benar terjadi.
Oleh sebab itu
manusia itu besar dan menentukan. Kita spesial karena tubuh kita tersusun atas
unsur yang berasal dari bintang-bintang dan alam semesta, miliaran tahun cahaya jaraknya. Kita spesial karena mungkin
kita satu-satunya peradaban di alam semesta.
Jadi, Mana yang Benar?
Aku sendiri
memandang kedua hal di atas sebagai sebuah fakta. Manusia itu kecil, sekaligus besar.
Karena keduanya sama-sama punya bukti kuat dan sama-sama menarik. Keduanya juga
sama-sama berguna buatku untuk mengkalibrasi kehidupan.
Ketika sedang merasa
besar, punya kuasa, dan angkuh, pikiran tentang kecilnya manusia bisa menjadi
pengingat bahwa kita bukan apa-apa. Manusia hanyalah makhluk sepele dan nggak
signifikan di tengah luasnya alam semesta.
Sebaliknya,
ketika sedang merasa kecil, kecewa, dan kalah, aku selalu mengingatkan diriku
bahwa lahir sebagai manusia saja sudah merupakan sesuatu yang spesial. Aku juga
merasa keren ketika tahu bahwa unsur dalam diriku berasal dari aktivitas dan
ledakan bintang miliaran tahun lalu.
Pada akhirnya, aku menikmati dua sisi kecil dan besarnya manusia ini. Seperti aku menikmati ketika mengambil foto bintang-bintang di malam hari. Kini aku tahu bahwa apa yang aku lihat adalah bintang dengan jarak sangat jauh, ribuan, jutaan, bahkan miliaran tahun cahaya. Itu artinya, bintang yang kita lihat adalah bintang dari ribuan, jutaan, atau miliaran tahun yang lalu dan baru sampai ke mata kita saat ini.
Terima kasih bagi teman-teman yang sudah membaca tulisan-tulisanku 10 hari belakangan. Semoga harimu menyenangkan!
Komentar
Posting Komentar