Kita Upayakan Pertemanan Internasional Itu

Selama mengunjungi Sydney dan Melbourne untuk AIMEP aku senang sekali. Karena selain mengikuti program, di Melbourne aku bisa berjumpa Bela, teman sejak di Jogja. Ada juga Ian, temanku dari Tangerang Selatan. Ditambah Wira, aku, Bela, dan Ian sempat bertemu sejenak dengan Wira di pusat kota Melbourne.




Perjumpaan Singkat di Melbourne

Terakhir aku berjumpa Bela sekitar 1,5 tahun lalu. Sementara Ian, terakhir kali kami bertemu di awal tahun ini, beberapa saat sebelum Ian studi magister di UNSW, Sydney.

Ian adalah awardee beasiswa LPDP, sementara Bela pemegang Working-Holiday Visa (WHV). Bela yang juga kawan mainku sejak di PD IPM Jogja ke luar negeri untuk pertama kalinya, berangkat sendirian langsung ke Australia dan untuk bekerja.

Meski sangat senang ketika aku menuju Australia, aku pesimistis dapat bertemu Bela dan Ian. Bela pindah lokasi kerja dari Sydney-Melbourne menjadi Adelaide yang jauh di South Australia. Sementara Ian harus pulang-pergi Australia-Indonesia sebulan terakhir untuk kegiatan bersama keluarga yang sangat penting.

Dua pekan sebelum aku sampai di Australia bahkan Bela dan aku berkesimpulan bahwa kami mustahil bertemu. Karena memang keadaannya nggak sederhana. Beda dengan ketika aku di Indonesia, aku terbiasa janjian dengan teman-teman yang jauh jaraknya, atau penuh sekali jadwalnya. Tapi di Australia penghalangnya ada di level yang jauh berbeda.

Tapi akhirnya, dengan banyak penyesuaian, kami berhasil bertemu. Ian terbang dari Sydney, 500 km dari Melbourne, di hari terakhir setelah program AIMEP selesai. Sedangkan Bela harus menempuh perjalanan sejauh 750km untuk bertemu kami di Laburnum, jauh dari pusat kota Melbourne.




Meski nggak banyak interaksi dengan Wira di Melbourne, tapi bertemu dengan Wira nggak kalah sulit. Wira sedang mengikuti orientasi pasca kedatangan pada program AIYEP (Australia Indonesia Youth Exchange Program).


Membangun dan Menjaga Pertemanan

Perjalananku 3 hari terakhir di Melbourne memutar kembali masa-masa di mana aku sering main dengan teman-teman sejak masih di IPM Jogja. Mulai dari Kaliurang, Semarang, Selo, Tawangmangu, Temanggung, dan yang paling sering kami tuju tentu saja Dieng.

Berteman dan main membuat aku yang dulu nggak terlalu peduli soal pertemanan mulai memahami bahwa kesuksesan dan kebahagiaan seseorang akan sangat ditentukan oleh siapa teman kita, dan bagaimana kita membangun pertemanan. Bukan untuk kolusi dan nepotisme pastunya. Tetapi tentang berkembang bersama mempelajari bagaimana dunia bekerja.

Maka menjaga pertemanan yang baik, saling memahami, dan saling dukung adalah kunci. Pertemanan memang saling merepotkan dan nggak mudah menjaganya. Tapi itulah pertemanan; kadang kecewa hadir, tapi pada akhirnya kita ada untuk mendukung pilihan dan kehidupan teman-teman kita.

Seiring berjalannya waktu, selalu ada tantangan untuk menjaga pertemanan. Seringkali, pertemanan berakhir karena tiga momen penting. Wisuda, tuntutan pekerjaan, dan pernikahan. Semuanya terkait satu benang merah yang sama: jarak jauh dan waktu yang tak lagi sama.

Tiga hal ini juga terjadi padaku, tetapi aku memilih untuk nggak menyerah. Menabung dan meluangkan waktu untuk bisa bertemu teman-teman baikku, di manapun berada.

Tiga hari ini aku bertemu Ian, Bela, dan Wira di Australia. Beberapa kali juga bertemu Ulin, di Malaysia, Singapura, dan Thailand. Aku juga akan mengupayakan di waktu-waktu ke depan aku punya kesempatan untuk bertemu teman di Jepang, Eropa, atau Timur Tengah.

Tentu saja belum tahu siapa yang dikunjungi dan bagaimana caranya. Tapi disebut saja dulu, kan? Siapa tahu betulan datang kesempatan untuk main dengan teman-teman di negeri yang jauh.

Belajar dari Jalan-jalan

Terkadang aku ditanya bagaimana caranya bisa keren dan sukses. (Meski aku merasa jauh dari kata keren dan belum sukses) Aku jawab: Aku beruntung aku punya teman-teman yang baik. Aku juga beruntung punya teman yang suka ngajak main dan suka jalan-jalan.


Serius, berbagai pengalamanku jalan-jalan singkat bikin aku banyak belajar. Pertama, kepedulian. Sebagai seorang yang sangat cuek soal makan, minum, dan istirahat, aku harus memastikan diriku peduli dengan teman-teman yang preferensi makanannya berbeda, membutuhkan usaha lebih untuk istirahat, dan mungkin punya kambuhan yang sederhana tapi signifikan seperti asam lambung.

Aku juga belajar untuk menekan ekspektasi. Namanya saja perjalanan, pasti ada saja hal-hal yang tidak sesuai ekspektasi. Aku mencoba menerima dengan nggak berharap banyak dari tujuan atau destinasi wisata. Aku sudah cukup senang dengan ketemu dan ngobrol banyak hal dengan teman-teman.

Selanjutnya soal komunikasi. Dalam perjalanan semua orang repot, tapi di sisi lain kita harus saling bantu. Karenanya komunikasi yang baik sangat diperlukan, fleksibilitas juga membantu untuk bikin jalan-jalan kita jadi menyenangkan.

Kalau tiga hal di atas diterapkan dengan baik, aku percaya kita bisa jadi teman perjalanan yang baik. Insyaallah juga akan bisa jadi teman yang baik.

Alhamdulillahnya, perjalanan di Melbourne kali ini sangat menyenangkan. Bela dan Ian sangat siap dengan apa saja yang kami rencanakan di perjalanan. Jadwal main yang cukup padat juga nggak jadi soal karena mereka sat-set banget orangnya.

Mereka juga hobi jalan kaki—terlebih sejak tinggal di Australia. Jadi jalan sejauh 9-10 km per hari nggak menjadi soal. Ditambah lagi baik Bela maupun Ian pintar memasak, tanggap, dan punya banyak referensi soal Melbourne. Jadi bikin waktuku stay di Melbourne nyenengin banget!




Mereka juga terbuka dengan pengalaman baru. Ian mau mau saja diajak Bela makan tiram di Pasar South Melbourne. Sementara Bela mau mau saja bertemu dengan Bu Dina, warga Indonesia, sudah 10 tahun jadi dosen di Melbourne, yang sebelumnya nggak dikenal oleh Bela.

Kita Upayakan Pertemanan Internasional Itu

Momen-momen semacam inilah yang aku upayakan terus ada. Di salah satu aktivitas AIMEP, kami bertemu Peter Gould, seorang muslim berkebangsaan Australia yang jadi desainer ternama di tingkat global. Dia cerita bahwa salah satu kunci suksesnya adalah ngobrol seharian dengan teman setiap 3 atau 4 bulan sekali.

Hal ini yang coba aku terapkan ketika main bareng teman-temanku. Jadi, selama masih bisa diusahakan, aku bakal terus main dengan teman-teman. Pokoknya kita upayakan pertemanan internasional itu.

Akhirnya, terima kasih Ian dan Bela. Semoga lancar kuliah dan kerjanya. Terima kasih Wira, semoga lancar programnya dan betah di Canberra.

Komentar

Postingan Populer